Catatan dari Ho Chi Minh : Antara Airport dan Hotel
Sehari sebelum keberangkatan kita dari Singapura ke Ho Chi Minh City (Vietnam), aku dapat akal, gimana kalo nanti di airport kita deketin aja orang Vietnam. Nah nantinya kita ajak ngobrol dan buntut2nya kita bisa minta tolong panggilin taksi ke hotel. Kesempatan itu ngga pernah ada karena gatenya kaga ada kursi sehingga ngga bisa nunggu di situ. Yang ada pas aku lagi sibuk moto-moto airport, ada ibu-ibu tua yang ngajak ngobrol pake bahasa Vietnam. Nah lho. Setelah aku bilang ngga ngerti bahasa Vietnam, doi ngomong Vietnam. Nah yang itu aku tangkap, jadi aku tunjukkan gate sambil bilang nomornya. Dan aku lihat ibu tua itu jalan ke gate yang aku tunjuk. Ya ampun, jauh-jauh dari San Jose masih dikira orang Vietnam juga. Di San Jose sih sudah sering aku dikira orang Vietnam, ngga disangka di Singapura sami mawon.
Ya sudah karena ngga dapat 'kenalan' orang Vietnam, kita pake plan B. Cari taksi dari bandara setelah keluar dari imigrasi. Tapi sebelum itu tukar duit dulu ke Dong (mata uang Vietnam). Kita lihat dua tempat penukaran uang. Nilai tukarnya sama untuk US dolar. Pas aku dan Wawa masih berpikir mau pilih yang mana. Tiba-tiba pria di belakang konter di sebelah kanan mengangkat secarik kertas yang tertulis nilai tukar yang lebih tinggi. Tanpa pikir panjang langsung kita sampiri konter tersebut. hihihi..Jadi pasang mata kalo memang mau tukar duit di bandara. Dengar-dengar dari rekan2 sebelumnya sih nilai tukar di hotel lebih bagus. Dan memang kita buktikan sendiri. Tapi karena kita butuh Dong untuk membayar supir taksi, kita putuskan untuk menukar secukupnya. Taksi sih katanya menerima US dolar juga, cuma ngga tau deh nilai tukar yang dipakai. Biasanya sih ngga sebagus kalau kita bayar pake mata uangnya mereka.
Di sebelah konter penukaran valas terdapat konter taksi. Begitu kita hampiri, gadis manis di belakang konter menanyakan dengan bahasa Inggris yang lancar alamat tujuan kita. Aku tunjukkan alamat hotel. Doi memberikan harganya. Bisa dalam Dong bisa dalam USD (US dolar). Aku bayar di tempat dan dia meminta kita mengikuti.
Tadinya aku pikir gadis itu bekerja untuk perusahaan taksi atau sebangsanya deh. Ternyata begitu keluar dari terminal, gadis itu menyerahkan secarik kertas ke seorang pria lainnya. Pria tersebut meminta kita mengikutinya dan dia menunjukkan sebuah taksi ke kita sambil menyatakan sesuatu ke supir taksi. Wah..aku langsung kuatir. Seperti juga di Jakarta, turis disarankan untuk memakai taksi merek tertentu (Vinasun, Mai Linh) baca Ho Chi Minh City travel guide. Dan aku lihat di situ ada sepasang pria dan wanita yang menolak memakai taksi-taksi yang menunggu karena mereka menginginkan taksi merek tertentu yang saat itu tidak ada.
Supir taksi meminta alamat hotel. Aku lupa doi pakai bahasa apa, yang jelas aku ngerti apa yang dia minta. ha..ha..Kemudian dia meminta ongkos untuk membayar semacam parkir, ngga jelas apaan, yang pasti modelnya seperti gerbang tol dan semua mobil yang lewat harus bayar. Tadinya pikir pengen protes karena kita pikir semuanya sudah termasuk di ongkos yang kita bayar tadi. Tapi ongkos 'parkir' tersebut sekitar 12000 Dong (sekitar 6000 rupiah) jadi ngga mahal2 amat sih. Ya sudah deh. Terlebih Wawa mengingatkan bahwa waktu kita di Thailand dan menggunakan taksi, kita harus bayar ongkos tol sendiri.
Kekuatiranku ternyata ngga beralasan. Supir itu dengan mahirnya membawa kita melalui hiruk pikir lalu lintas Ho Chi Minh City (HCMC). Sekitar 15 menit kemudian kita membelok ke suatu jalan yang lebih kecil. Aku sepintas melihat nama jalan dan tahu bahwa nama jalan tersebut adalah lokasi hotel kita. Ngga lama taksi berhenti dan sewaktu kita masih bengong ngga tau hotelnya yang mana. Supir taksi langsung menjawil Wawa dan menunjukkan hotel tersebut. hihihi..
Ya sudah karena ngga dapat 'kenalan' orang Vietnam, kita pake plan B. Cari taksi dari bandara setelah keluar dari imigrasi. Tapi sebelum itu tukar duit dulu ke Dong (mata uang Vietnam). Kita lihat dua tempat penukaran uang. Nilai tukarnya sama untuk US dolar. Pas aku dan Wawa masih berpikir mau pilih yang mana. Tiba-tiba pria di belakang konter di sebelah kanan mengangkat secarik kertas yang tertulis nilai tukar yang lebih tinggi. Tanpa pikir panjang langsung kita sampiri konter tersebut. hihihi..Jadi pasang mata kalo memang mau tukar duit di bandara. Dengar-dengar dari rekan2 sebelumnya sih nilai tukar di hotel lebih bagus. Dan memang kita buktikan sendiri. Tapi karena kita butuh Dong untuk membayar supir taksi, kita putuskan untuk menukar secukupnya. Taksi sih katanya menerima US dolar juga, cuma ngga tau deh nilai tukar yang dipakai. Biasanya sih ngga sebagus kalau kita bayar pake mata uangnya mereka.
Di sebelah konter penukaran valas terdapat konter taksi. Begitu kita hampiri, gadis manis di belakang konter menanyakan dengan bahasa Inggris yang lancar alamat tujuan kita. Aku tunjukkan alamat hotel. Doi memberikan harganya. Bisa dalam Dong bisa dalam USD (US dolar). Aku bayar di tempat dan dia meminta kita mengikuti.
Tadinya aku pikir gadis itu bekerja untuk perusahaan taksi atau sebangsanya deh. Ternyata begitu keluar dari terminal, gadis itu menyerahkan secarik kertas ke seorang pria lainnya. Pria tersebut meminta kita mengikutinya dan dia menunjukkan sebuah taksi ke kita sambil menyatakan sesuatu ke supir taksi. Wah..aku langsung kuatir. Seperti juga di Jakarta, turis disarankan untuk memakai taksi merek tertentu (Vinasun, Mai Linh) baca Ho Chi Minh City travel guide. Dan aku lihat di situ ada sepasang pria dan wanita yang menolak memakai taksi-taksi yang menunggu karena mereka menginginkan taksi merek tertentu yang saat itu tidak ada.
Supir taksi meminta alamat hotel. Aku lupa doi pakai bahasa apa, yang jelas aku ngerti apa yang dia minta. ha..ha..Kemudian dia meminta ongkos untuk membayar semacam parkir, ngga jelas apaan, yang pasti modelnya seperti gerbang tol dan semua mobil yang lewat harus bayar. Tadinya pikir pengen protes karena kita pikir semuanya sudah termasuk di ongkos yang kita bayar tadi. Tapi ongkos 'parkir' tersebut sekitar 12000 Dong (sekitar 6000 rupiah) jadi ngga mahal2 amat sih. Ya sudah deh. Terlebih Wawa mengingatkan bahwa waktu kita di Thailand dan menggunakan taksi, kita harus bayar ongkos tol sendiri.
Kekuatiranku ternyata ngga beralasan. Supir itu dengan mahirnya membawa kita melalui hiruk pikir lalu lintas Ho Chi Minh City (HCMC). Sekitar 15 menit kemudian kita membelok ke suatu jalan yang lebih kecil. Aku sepintas melihat nama jalan dan tahu bahwa nama jalan tersebut adalah lokasi hotel kita. Ngga lama taksi berhenti dan sewaktu kita masih bengong ngga tau hotelnya yang mana. Supir taksi langsung menjawil Wawa dan menunjukkan hotel tersebut. hihihi..
Comments
Post a Comment
Tinggalin pesan dan kesan donk !