Tradisi : pertahankan atau lupakan ?
clipart courtesy of wenymca.org |
Seorang klien bernama Susan menceritakan tradisi keluarga mereka yang merupakan etnis Cina dari Vietnam. Untuk tahun baru keluarganya biasanya berkumpul untuk menikmati makan malam bersama. Tapi orang tuanya sudah meninggal jadi kebiasaan memasak masakan Vietnam untuk dinikmati bersama keluarga jadi terhenti. Karena menurut klien ini, anak-anaknya yang gede di Amrik tidak suka masakan Vietnam. Jadi sekarang ini untuk tahun baru imlek Susan cuma menyiapkan masakan Vietnam untuk meja sembahyang orang tuanya.
Kalo keluarga Susan sudah beradaptasi menjadi perut bule. Seorang rekan kerja bernama Belle masih memegang kukuh tradisi keluarga dalam hal pernikahan. Belle berasal dari Afghanistan. Doi menceritakan perjalanannya kembali ke Afghanistan untuk menikahi pria yang meminangnya . Walaupun dia belum pernah bertemu dengan pria tersebut sebelumnya. Sebenarnya dia ngga sepenuhnya orang asing kilahnya. Karena kami pernah bertemu sewaktu aku masih tinggal di Afghanistan. Begitu menurut Belle karena pria yang menjadi suaminya sekarang ini adalah putra dari tante dari pihak ibu. Jadi dia masih termasuk keluarga.
Sudah menjadi tradisi keluarga kami untuk menikahi anggota keluarga. Begitu lanjut Belle. Ayahku adalah sepupu dari ibuku. Aku terkejut tapi tidak berani berkomentar, takut menyinggung perasaannya. Soalnya tradisi untuk menikahi anggota keluarga dekat berarti meningkatkan kemungkinan penyakit yang biasanya merupakan penyakit keturunan.
Aku sendiri termasuk yang di tengah-tengah. Ha..ha.. Jadi ngga sepenuhnya setuju bahwa tradisi harus dipegang kuat. Tapi ngga berarti melupakan tradisi keluarga cuma karena kita sudah tinggal di negeri orang. Masalah sepele seperti masakan tradisional merupakan salah satu identitas diri. Aku merasa kehilangan jati diri kalo ngga kenal masakan negeri sendiri.
Bagaimana menurut kalian ? Silakan urun pendapat.
Comments
Post a Comment
Tinggalin pesan dan kesan donk !